Senin, 25 April 2011

CATATAN UN YANG TERCECER



Assalamu’alaikum...
Para siswa peserta UN yang semoga sedang berbahagia karena lelah belajar untuk UN telah usai dan pembaca pada umumnya, membaca judul tulisan ini mungkin ada di antara antum menduga bahwa nahnu menemukan ada contekan peserta yang tertinggal di ruang atau di kamar mandi. Sama sekali bukan itu maksud ana.  Maksud ana  hanyalah catatan hasil pandangan bapak ibu guru terhadap pelaksanaan UN kemarin di SMA Negeri 1 Kaliwiro.
Sungguh nahnu (dewan guru dan segenap panitia), khususnya ana, merasakan kebahagiaan dan bangga karena melihat para siswa tampil beda (setidaknya yang ana bisa lihat di luar ruang UN) dibanding hari-hari sebelumnya. Rapi, ceria, ramah, gembira. Sementara sebelumnya sering terlihat bukan pada satu dua siswa saja melainkan beberapa atau cukup banyak yang bajunya keluar dari celana. Bahkan tak sungkan-sungkan atau mungkin secara refleks, umpatan keluar dari bibir lugunya. Misal, “Anta  kaya’ ..... (nama binatang)”, ketika jengkel denganseorang temannya. Contoh lain, “ ... (nama binatang), ana dapat nilai empat”, ketika tak puas dengan hasil ulangannya. Sekali lagi, itu kondisi sebelum UN. Tetapi ketika hari-hari UN berlangsung, alhamdulillah, binatang-binatang masuk ke kandangnya dan baju-baju masuk ke celana sebagaimana mestinya. Sekali lagi alhamdulillah, terima kasih antum telah bisa menjaga martabat antum dan nahnu, bukan untuk kepentingan ana kan?
Pembaca yang budiman dan para siswa yang sedang berbunga-bunga, bukan tanpa sengaja pada tulisan di atas saya gunakan istilah ana  (saya), nahnu (kami), anta (kamu) dan antum (kalian) dan bukan pula sok bergaya. Terkadang kita melihat, mendengar atau membaca penggunaan kata antum yang artinya kalian (jamak) ditujukan pada lawan bicara yang hanya satu orang (tunggal)  dan tidak membawa misi sebagai wakil banyak orang. Sok tahunya saya sih mestinya pakai kata anta.
Jadi saya hanya ingin curhat saja (semoga tanggapannya tidak seserius curhatnya pak SBY), kita kok kadang-kadang masih sulit membedakan mana yang harus dibilang ana, nahnu, anta dan antum. Selanjutnya ngelanturnya  keinginan saya, alangkah baiknya kalau kita juga belajar membedakan mana yang kemauan pribadi, mana yang kebijakan bersama karena hal ini memang penting dan mudah diucapkan,  namun sulit dikerjakan. Jangan sampai ambisi perorangan (ana pribadi/anta pribadi) diperjuangkan dengan menabrak garis aturan yang sudah jelas disepakati bersama (nahnu/antum)  dengan dalih:  ... Ini semua kan juga kepentingan nahnu/antum . Kita akui kadang ada bisikan dari dalam hati: “Bukan masalah kalau kamu sesekali membijaksanai (bahasa halusnya melanggar sedikit (?)) aturan, justru kamu telah berbuat baik  karena  demi menjaga hubungan baik dengan teman, demi membahagiakan orang tua, demi membahagiakan siswa, demi membahagiakan rakyat .... dan demi-demi lain yang demikian banyaknya”.
Para siswa dan pembaca yang budiman, mungkin ada baiknya kita bertanya pada diri sendiri.  Kalau asas kejujuran dan kemandirian dalam aturan main UN dilanggar maka teman mana yang diuntungkan, bila akhirnya dia sampai tua terbiasa bangga dengan budaya meminta-minta, Orang tua mana yang bahagia ketika kelak diketahui anaknya masuk bui karena tanpa sungkan-sungkan kepada orang lain mengibuli. (Bekas) siswa mana yang bahagia ketika akhirnya dirinya remuk menanggung beban yang sebetulnya dia belum sekuat yang disangkakan. Rakyat mana pula yang puas dan bahagia ketika dipimpin oleh tokoh yang kemampuan dalam membaca dan menghitung situasi mereka nilai (nuwun sewu) masih bodoh. Kebahagiaan manakah yang dimaksud?
Para siswa, UN telah usai, alhamdulillah, tidak ada yang menjadi masalah. Kita tinggal berdoa semoga Allah melimpahkan kasing sayangNya dengan selalu menuntun kita ke jalan yang benar dan kemarin tangan kita dituntun memilih jawaban soal UN yang benar. Mari belajar yakin bahwa Allah tahu apa yang kita minta, tetapi kita juga harus yakin juga bahwa Allah memberi apa yang kita butuhkan. Kalau Allah telah kehendaki kita meraih kebahagiaan sejati apapun ujian yang Ia hadapkan akan dibuat mudah untuk kita lalui.
Ujian Nasional memang penting, tetapi ia bukan segala-galanya. Jangan sampai karena ambisi tertentu dalam UN, kita justru gagal dalam ujian mendapatkan kebahagiaan yang lebih sejati, untuk ana dan antum, untuk nahnu bangsa Indonesia tercinta. Mari jaga dan tingkatkan prestasi pelaksanaan UN pada ujian- ujian hidup dari Allah yang telah menanti kita untuk menggapai derajat mulia di sisiNya.
Wassalamu’alaikum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar