MENGAPA HARUS MARAH YA?

Di rumah sore hari menemui anak-anak ta'liman, sih memang tidak keterlaluan untuk ukuran umum anak seusia mereka. Tapi karena ini sudah di habitat yang spesial, maka aku menganggapnya serius untuk segera dibenahi. Tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena berurusan dengan penyelamatan masa depan umat. Dengan agak berat aku ambil alih kendali langsung ta'lim karena sudah muncul kejengkelan peserta (termasuk anakku). Katanya sehari 120 menit belajar, tapi ....
Ya sudah, setengah menuruti rasa maka aku arahkan mereka beserta anak yang biasa mengisi ta'lim agar porsi waktu bisa dipenuhi. Muncul solusi kompromis: sore hari 90 menit, habis subuh 30 menit. Jadinya jam main bola kegemaran cowok terjaga tetapi waktu belajar agama tidak berkurang. Mudah-mudahan bisa berjalan ya, pesan aku.
Habis maghrib melusncur ke RW sebelah, sudah ditunggu warga. Tidak sampai sejam memang aku sampaikan hanya beberapa kalimat, tetapi ada kelegaan tersendiri ketika aku lihat ada kompromi di wajah mereka. Tampak dari angguk persetujuan mereka, bahwa mereka tak harus menungguku karena mereka sudah mengantongi banyak ayat untuk dibaca dan dikaji.
Malam hari kembali aku ke ta'lim di rumah. Hujan lumayan deras dan lumayan pantas untuk ukuran sebagian orang memilih merapatkan selimut, atau tetap di rumah dengan kopi siap disruput. Sesaat ta'lim berjalan tiba-tiba listrik mati (sampai dua kali bahkan). Tetapi alhamdulillah warga yang sudah berkomimen tetap setia mengikuti pesan penting yang harus kami sampaikan.
Aku merenung, kadang ada yang sulit diajak untuk belajar, tetapi di ruang lain ada yang agak mudah dan ada yang mudah.... Mengapa... mengapa....dan mengapa. Banyak jawaban yang mungkin keluar dari benak sok tahu ini. Akhirnya aku sedikit lega karena bisa menghibur diri: tentunya ya karena Allah Yang Maha Tahu memang menjadikan skenario ini agar aku tetap punya ongkos buat bayar bidadariku nanti. Meskipun jelas ongkos yang murahnya keterlaluaaaaan banget. Gitu saja kok repot.
Wah kalau begitu aku minta maaf ya para saudara karena aku lupa bahwa panjenengan dipajang di depan aku oleh Allah sutradara hidup ini sebagai sarana aku dapat ongkos hidup bahagia abadi .Semoga kita makin sabar.
