Tugas akhir (TA), biasanya
menjadi persyaratan wajib bagi anak sekolah atau orang kuliah sebelum dinyatakan
lulus dari pendidikan yang diikutinya. Untuk jenjang SMA dulu sekitar tahun 80-90-an
tugas akhir itu disebut karya tulis. Akhir-akhir ini tidak semua sekolah
mempersyaratkannya (kalau tidak mau dibilang jarang atau hampir-hampir tak ada
karena sibuk mempersiapkan sukses Ujian Nasional/UN). Kemudian di tingkat
atasnya, di perguruan tinggi, TA untuk strata satu disebut skripsi, strata dua tesis dan strata tiga
disebut disertasi. Begitu yang biasanya dikenal di Indonesia.
Dilihat dari isinya TA
merupakan bagian dari penilaian hasil belajar yang bersifat komprehensif. Artinya bahwa isi TA merupakan cerminan
kompetensi seluas-luasnya yang dimiliki pelajar atau mahasiswa.
Segenap-genapnya, sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya wawasan atau pengetahuan
yang dimiliki dituangkan ke dalam TA
untuk menunjukkan bahwa si penulis, pelajar dan mahasiswa itu, pantas lulus. Namun
sebenarnya bukan sekedar pengetahuan substansial materi saja yang dibutuhkan,
melainkan juga kompetensi keterampilan menyajikan pengetahuannya dalam bentuk tulisan
rapi dan menarik serta kompetensi sikapnya untuk sabar menghadapi tekanan
psikologis saat proses penyusunannya.
Tidak mudah menghasilkan TA
yang berkualitas ideal, butuh kerja keras otak, perasaan dan fisik. Bagi yang
tidak terbiasa menulis dan kerja keras pembuatan TA akan menjadi suatu
pekerjaan yang membosankan, memberatkan atau bahkan menyebalkan. Harus mencari
ide, mencari dan membaca banyak referensi, setelah itu menuangkan dalam bentuk
tulisan, berkonsultasi dengan pembimbing tak cukup hanya sekali atau dua kali. Jalan
pintas akhirnya yang ditempuh untuk mengurangi beban. Lari ke jasa pembuatan
TA, membeli, jiplak atau plagiat tulisan yang sudah ada, atau membuat asal
jadi, bisa jadi pilihannya. Tentunya ini bukan untuk ditiru karena beresiko.
Resikonya bisa bersifat psikologis semisal malu kalau ketahuan plagiat, atau
malu dengan kualitas TA jadi-jadiannya, sampai resiko finansial mengeluarkan
uang untuk membeli atau membayar jasa pembuatan TA atau bahkan denda karena
plagiatnya diperkarakan oleh penulis aslinya.
Banyak di antara kita yang
susah mengatur waktu karena banyaknya tugas, baik sebagai warga masyarakat,
kepala atau anggota keluarga maupun seorang profesional. Ini menjadi alasan
klasik kita malas ata berat menulis, akibatnya TA tidak kunjung selesai. Manajemen
waktu dibutuhkan untuk menyiasatinya tugas yang datang bersamaan. Meminjam istilah
kuadran manajemen waktu, kita harus bisa mengenali tugas kita ada di kuadran
mana, apakah: 1) penting dan genting; 2) penting tapi tidak genting, 3) genting
tapi tidak penting; dan 4) tidak penting dan tidak genting. Dengan memahami
positi tugas kita di kuadran mana maka kita bisa menyikapinya dengan benar,
dikerjakan sekarang langsung jadi, dikerjakan tetapi bertahap, didelegasikan ke
orang lain, atau diabaikan saja.
Menunda penyelesaian TA berarti
menempatkannya pada kuadran 2, menyerahkannya untuk dikerjakan orang lain
berarti pada kuadran 3. Parah lagi menyerahkan ke orang lain dengan tanpa
target waktu dan sejadinya, berarti kuadran 4. Yang terbaik tentu menargetkan
jadi secepatnya dengan hasil sebaik-baiknya dan mengerjakannya dengan semangat
juang yang tinggi, kuadran 1.
Mungkin pernah kita dalam hati
kecil meragukan kepantasan TA sebagai tugas penting dan genting, yaitu di
posisi kuadran 1. Misalnya, TA dianggap genting atau mendesak tetapi tidak
penting. Genting karena mendesak, karena menjadi syarat kelulusan. Tidak
penting atau tidak pokok karena “ora dadi pitakon kubur” (tidak menjadi
bahan pertanyaan di alam kubur). Ada-ada saja memang. Atau ada juga yang mengungkapkannya
dengan bahasa yang lebih nyaman di telinga. Misalnya, tugas pokok dan penting
kita di dunia kan beribadah, mumpung masih hidup kita harus segera
beribadah, jangan ditunda-tunda. Tuhan menciptakan jin dan manusia untuk
beribadah, bukan untuk membuat TA. Maka harus diupayakan akhir hayat kita dalam
kondisi beribadah, karena nilai manusia di mata Tuhan adalah dilihat akhir
hayatnya. Waaah benar juga ya.
Kita tak perlu mengurangi,
justru harus meningkatkan keyakinan bahwa tugas penting kita (dan bahkan
genting) sebagai ciptaan-Nya memang beribadah. Dengan beribadah secara khusyuk hidup kita akan
terasa lebih tenang. Namun bukan berarti kemudian kita harus menghabiskan waktu
untuk beribadah dalam arti ritual khusus sementara di sekitar kita banyak
terjadi ketidakberesan atau kesenjangan. Kesenjangan antara apa yang seharusnya
dan apa yang senyatanya terjadi bukan hanya satu dua kali, puluhan, ratusan,
melainkan terus menerus takkan pernah ada habisnya karena kesenjangan itu selalu
mengiringi hidup dan hubungan antarmanusia. Tuhan memang mewajibkan kita melakukan
ritual ibadah tertentu setiap hari. Tetapi Tuhan juga melarang kita berdiam
diri melihat ketidakberesan. Karena ketidakberesan
yang satu akan memicu ketidakberesan yang lebih banyak dan lebih parah kalau tidak
segera diselesaikan dengan baik. Bencana bukan menimpa pelaku ketidakberesan
melainkan juga pada orang lain yang mendiamkannya. Kita diwajibkan untuk membenahinya,
menyerukan kebaikan dan mencegah pada kemungkaran dan ha-hal atau keadaan yang
tak memanusiakan manusia seperti kejahatan, kebodohan dan kemiskinan.
Amalan-amalan sosial bernilai
ibadah kalau dikerjakan dengan niat mematuhi Tuhan. Tentu kita takut suatu hari
nanti memasuki pengadilanNya berbekal banyak pahala ritual tetapi juga ditanggungi
beban berat dosa sosial karena tak peduli dengan lingkungan kita. Maka
persoalan penting tidaknya, genting tidaknya penyelesaian TA sebenarnya tergantung
juga pada tingkat kemampuan seseorang memahami dan menghendaki posisi TA. Bila
TA dipahami dan dikehendaki sebagai sarana melaksanakan perintahNya dan sarat
dengan upaya untuk memperbaiki kondisi di lingkungan maka tak ragu lagi untuk
menyegerakan penyelesaiannya. Bukankah demikian?
Semoga Allah, memberi manfaat
pada kita atas apa yang telah Dia ajarkan pada kita, dan semoga mengajari kita apa
saja yang bermanfaat bagi kita. Aamien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar